Kamis, 07 Agustus 2014

SIlent & Frozen ; 4

Standard

Setelah mendengar suara tersebut, aku juga mendengarkan percakapan antara beberapa orang, “Bagus, sudah stabil.”

“Secepatnya ya. Tolong!” Percakapan itu mulai terdengar nyata di telingaku, tetapi mataku sulit untuk terbuka, ini sungguh menyakitkan. Aku mencoba menggerakkan tubuhku, namun semuanya terasa sangat menyakitkan dan aku mencoba untuk beristirahat, barangkali aku akan sembuh dalam beberapa waktu.

Beberapa jam kurasa telah aku habiskan diatas tempat yang nyaman ini, ini terasa lebih lembut dan empuk dari tempatku tadi. Aku mulai menggerakkan tangan dan kakiku, lalu aku membuka mataku. Aku terkejut saat mengetahui bahwa tempat ini adalah Rumah Sakit.

“Ira? Akhirnya kamu sadar, ra.” Aku melihat Risa duduk disamping tempat tidurku dan bahagia melihat aku sadar.

Akupun bingung mengapa aku bisa disini dan Risa tampak baik-baik saja, bahkan sama sekali tidak memiliki bekas luka, dia tampat cantik dan mulus seperti biasanya. Aku menjadi semakin bingung saat Risa mengatakan sesuatu padaku. Aku sangat takut mendengarnya.



“…aku tak tahu, tetapi aku pikir kamu bersama orangtuaku, dan alangkah terkejutnya aku saat mengetahui orangtuaku tidak bersamamu. Keesokan paginya kami mendapat kabar bahwa kamu kecelakaan didalam mobilku.”

Aku sangat ketakutan dan aku merinding mendengar kalimat tersebut. Aku mengangis dan meminta Risa untuk membawa aku pulang kerumahku. Aku sudah tidak kuat lagi mendapatkan terror seperti ini. Ini bodoh dan tidak seharusnya terjadi padaku yang tidak bersalah.

Risa pun mengiyakan permintaanku dan berjanji akan segera mengantarkanku kerumahku saat dokter mengizinkanku untuk meninggalkan rumah sakit.

Malam ini, Risa akan menginap dirumah sakit ini untuk menemaniku. Aku sangat senang mendengarkan hal itu, namun aku masih terlalu takut dengan kejadian yang menimpaku saat itu.

“…Dong, dong…” Suara bel rumah sakit telah terdengar diruanganku yang berada dilantai 6 rumah sakit ini, menandakan tengah malam telah tiba. Aku terbangun dan melihat Risa sedang tertidur di sofa ruanganku tepat disebelah kasurku. Risa terlihat sangat lelap karena diluar sedang hujan lebat dan angin cukup kencang berhembus.

Aku rasa aku sudah sembuh dan seluruh badanku sudah bisa digerakkan, walaupun aku masih sedikit pincang dalam berjalan.

Aku pun bangun dari tempat tidurku untuk memberi Risa selimut agar ia tidak kedinginan. Namun, aku merasa seperti ada beberapa orang yang berbicara diruangan sebelah. Suara mereka sangat pelan, akupun mendekati dinding untuk mendengarkan apa yang sedang dibicarakan mereka. Aku berjalan mendekati dinding secara perlahan agar tidak diketahui oleh orang meraka yang berada diruangan sebelah.

Suara itu terdengar putus-putus, aku hanya dapat mendengarkan beberapa kata, “…tau…sedang…aku…balik…ini…” “…akan……….…SEKARANG!!!!!”

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…..

Aku berteriak keras karena dari balik dinding tersebut keluar tangan yang langsung mencekik leherku dengan sangat kuat. Tangan itu besar dan mengerikan, kotor, kukunya sangat panjang. Aku terus berteriak meminta tolong, namun tidak ada yang mendengarkan rintihanku tersebut. Beberapa saat, terasa nafasku sudah hampir habis dan tangan tersebut masih berada dileherku. Akupun merasa seperti melayang sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

“Jaga dia baik-baik ya!”

“Baiklah, dok.”

Aku mulai sadar saat mendengarkan percakapan Risa dan dokter. Aku membuka mataku perlahan, kepalaku masih sakit, tenggorokanku perih, kaki dan tanganku masih sangat lemas.

Risa melihatku telah sadarkan diri, dan aku melihat wajah Risa sangat cemas. Ia pun segera berjalan menuju kearahku. Dia bertanya apa yang sebenarnya terjadi hingga aku tergeletak tak sadarkan diri diatas lantai malam itu.

Awalnya aku tidak ingin menceritakan hal tersebut, namun karena didesak oleh Risa, akupun menceritakan terror yang dilakukan oleh makhluk misterius dari rumah Risa hingga sekarang terhadap diriku.

Mendengar pernyataanku, Risa tertawa dan menganggap diriku berbohong. Namun, ia menjadi percaya saat aku menunjukkan bukti luka cekikan dileherku yang dilakukan makhluk tersebut malam itu. Luka ini seperti luka akibat benda sempit yang melilit kencang leherku, perih dan menyakitkan. Karena mengetahui kejadian misterius yang aneh ini, Risa berjanji akan menjagaku mala mini dan akan mengantarkanku kerumah secepatnya setelah aku sembuh.

…dong, dong…

Suara bel rumah sakit terdengar seperti biasanya pada tengah malam, aku selalu terbangun saat mendengarkan suara bel tersebut. Aku melihat Risa yang sedang terlelap diatas sofa dengan berselimutkan selembar kain tebal. Karena traumaku masih terasa, aku tidak mau lagi bangun pada tengah malam, aku pun kembali menutup mataku dan tidur hingga pagi menjelang.

Beberapa jam aku terlelap, aku merasa ada seseorang dari luar ruanganku mencoba membuka pintu yang ruanganku yang dikunci dari dalam oleh Risa. Aku pun menoleh kearah sofa tempat Risa tidur. Alangkah terkejutnya diriku saat melihat Risa sudah tiada lagi ditempatnya. Aku mencoba berfikir positif, mungkin saja Risa dari kamar kecil dan ingin masuk kembali. Lalu, aku berpura-pura tidur dan mengintip sedikit kearah pintu ruanganku.

…Clok…

Pintu ruanganku terbuka perlahan, aku masih terus mengintip dengan berpura-pura tidur. Aku terus melihat kearah pintu yang telah terbuka setengah tersebut, namun belum ada seorangpun melangkahkan kakinya kedalam ruangan. Aku mulai takut, keringat dinginku mulai berjatuhan bersama air mataku yang berlinang perlahan membasahi bantalku.

“Kenapa pintu ini terbuka ya?” Suara Risa pun terdengar olehku, perasaanku sangat lega. Semua rasa takut langsung hilang, aku sangat bersyukur pada Tuhan atas kedatangan Risa.

“Terima kasih, Tuhan.” Ucapku dalam hati.

Risa yang melihatku terbangunpun segera menuju kearahku dan bertanya kepadaku, “Ngapain dibuka itu pintu? Baik-baik dikunci.”

“Nggak, tadi aku lihat kamu gak ada disofa, takutnya kamu ke kunci dari luar.”

“Ya sudahlah, tidur lagi deh. Masih jam 2 malam nih.”

Akupun menutup mataku kembali, begitu pula Risa yang melanjutkan kembali tidurnya diatas sofa. Namun, aku kurang nyenyak dalam tidurku. Semua perasaan takut, trauma dan terror masih menghantui pikiranku.

...sreek...shruuut…craak…sreeek…

Tiba-tiba aku mendengar seberkas suara dari dinding kamar sebelah, karena sangat takut, aku membalikkan pandanganku kearah jendela dan Risa serta membelakangi dinding tersebut.

Aku semakin sulit untuk menutup mataku, karena rasa takutku bertambah saat mendengarkan suara tersebut makin keras. Suara tersebut seperti suara seseorang dibalik dinding tersebut ingin mencoba melubangi dinding dengan cara menggaruk tembok tersebut.

Aku semakin sulit untuk menutup mataku saat suara garukan tersebut menjadi suara pukulan keras pada tembok, akupun berlari kearah Risa untuk membangunkannya tanpa melihat kearah tembok tersebut sedikitpun.

Aku melihat kearah tembok tersebut, namun suara tersebut berhenti seketika Risa terbangun. Tembok tersebut tampak biasa saja.

 “Ada apa, ra?” Tanya Risa yang masih setengah sadar dari tidurnya.

Untuk menutupi terjadinya masalah dengan suara dan tembok tersebut, akupun berbohong kembali, “Aku mau ke kamar kecil, antarkan kesana ya sambil nunggu. Aku takut malam-malam dirumah sakit.” Ujarku.

“Oh, ayolah.” Risa bangkit dari sofa dan bersedia mengantarkanku ke kamar mandi yang berada diujung lorong ruanganku.

Untuk menuju kearah kamar mandi dari ruanganku, kami harus melewati semua ruangan yang ada pada lorong ini, sekitar 26 ruangan dikiri dan kanan lorong.

Karena masih bertanya-tanya dalam hati, sambil berjalan aku melirik sedikit ruangan kosong misterius yang berada disebelah ruanganku. Didalam sana tampak gelap dan sunyi berbeda dengan beberapa ruangan lainnya dilorong tersebut yang diisi oleh sebagian pasien, baik pasien sendiri maupun yang ditemani keluarganya.

Sesampai dikamar mandi, aku masuk dan Risa menunggu diluar. Didalam kamar mandi tersebut, terdapat 5 kamar kecil, dan didepan kamar kecil tersebut terdapat wastafel besar seperti yang terdapat di mall. Aku masuk ke kamar kecil pertama.

…chiiiiit…

Terdengar suara pintu kamar kecil terbuka, ada seseorang yang masuk kekamar kecil kedua, disebelah kamar kecil yang aku masuki. Akupun mulai tenang dikamar kecil tersebut karena merasa ditemani walaupun dipisahkan oleh tembok antara kamar kecilnya.

0 komentar:

Posting Komentar