Kamis, 14 Agustus 2014

Silent & Frozen ; 5

Standard

Aku keluar dari kamar kecil menuju kaca besar yang ada didepan kelima kamar kecil dikamar mandi tersebut. Aku mencuci tangan dan wajahku, sambil mendengar suara air mengalir dikamar kecil tempat seseorang tersebut masuk.

Tiba-tiba air dari kamar kecil tersebut berhenti, mungkin orang dikamar kecil tersebut telah selesai dan akan keluar. Aku menunggu siapa yang akan keluar dari kamar kecil tersebut, namun lima menit adalah waktu yang cukup lama untuk menunggu dimalam hari, akupun memutuskan untuk keluar dari kamar mandi meninggalkan siapapun dikamar mandi tersebut.

“Udah selesai, ra?” Tanya Risa yang melihatku telah keluar dari kamar mandi.

“Udah. Ayo kembali keruangan!” Jawabku.

Kamipun kembali keruangan melewati lorong rumah sakit tersebut. Lampu yang hidup dan padam dengan sendirinya menambah seramnya rumah sakit tersebut pada malam hari.

Sesampai ruangan, Risa mengunci pintu dan segera merebahkan diri diatas sofa, sedangkan diriku merebahkan tubuh diatas kasur. Aku melihat kearah Risa yang telah tidur lelap, mukanya sedikit pucat, ia tampak kurang darah.

“Mungkin karena aku membangunkan dia tengah malam seperti ini.” Pikirku sambil terus melihatnya.

Karena sangat ngantuk, akupun memutuskan untuk kembali tidur dan terlelap. Aku mulai bermimpi buruk, aku tidak tahu aku dimana, tetapi tempat itu sungguh menyeramkan. Aku mulai melihat Risa yang meminta tolong saat dirinya ditarik oleh sesosok bayangan hitam. Risa memanggil namaku dengan lantang…


“Iraaaaaa!”

“Iraaaa!”

“Iraa, tolong…”

“Ira, tolong…”

“Ira, tolong buka pintunya!” Aku terbangun mendengar suara teriakkan Risa tersebut. Ternyata aku bermimpi dan aku melihat kearah sofa, tiada Risa disana.

“Ira, buka pintunya!” Aku melihat kearah pintu dan melihat Risa terkunci dari dalam ruangan. “Mengapa ia bisa terkunci dari luar?” Tanyaku dalam hati.

Aku segera bangun dari tempat tidurku menuju kearah pintu dan membukanya. Risa pun masuk sambil mengomel sendiri.

“Ada-ada saja kamu ini, ra. Aku di tinggal sendiri dikamar mandi, pake acara ngunci pintu dari dalam lagi.”

Aku hanya bisa terdiam sambil berfikir bahwa semua yang kulakukan adalah mimpi. Tetapi ini sangat nyata, aku yakin benar bahwa aku sadar dan tidak bermimpi bahwa aku dan Risa telah masuk ke ruangan bersama-sama.

Risa yang tampak lelah segera membaringkan tubuhnya diatas sofa untuk tidur. Namun kejadian malam ini membuatku tidak mengantuk. Aku seperti merasakan Déjà vu, imaginasi tingkat tinggi, mimpi aneh, mungkin aku juga sleepwalking.

Kriiiiiing…

Jam weker kecil milik Risa telah berbunyi menandakan waktu telah menunjuk ke angka 6 pagi. Aku yang tidak bisa tidur semalaman, membuka tirai jendela ruangan agar sinar matahari dapat masuk. Risa terbangun karena pantulan cahaya matahari tersebut.

“Hooam, udah pagi aja.” Ujarnya sambil membuka matanya dan merenggangkan otot tubuhnya.

“Udah bangun Ris?” Tanyaku basa-basi kepadanya.

“Tumben ra bangun lebih cepat dariku?” Ia tersenyum.

“Iya Ris, hari ini aku kan udah dibolehkan pulang oleh dokter. Aku tidak sabar lagi untuk bertemu kedua orangtuaku.”

“Oh, iya. Ayo kita packing dulu.”

Kamipun bersiap-siap untuk pergi dari rumah sakit ini. Pukul 8 pagi, kami memulai perjalanan dari rumah sakit menuju ke rumahku.

Kami sangat menikmati perjalanan menuju kerumahku melewati jalan aspal yang panjang. Aku tidak khawatir lagi, karena aku yakin perjalanan kami tidak akan sampai malam, bahkan tidak akan sampai sore hari.

Saat sedang dipertengahan jalan, semangatku dan Risa kandas, musnah ditengah jalan. Mobil Risa yang kami kendarakan mogok tanpa sebab dijalan panjang yang sepi sejauh mata memandang. Hanya terdapat jalan lurus beraspal dan hutan bertebaran dikanan dan kiri jalan.

“Hallo ma, mobil mogok nih dijalan kerumah Ira. Jauh banget dari pemukiman warga, bisa tolong telepon bengkel dong suruh nyusul kesini ya ma!” Risa melepon Mamanya.

Kamipun menunggu sangat lama, hingga matahari mulai berada di barat. Kami mulai resah menunggu, walaupun tiada orang jahat yang mungkin lewat tempat ini dan melukai kami karena suasana yang cukup sepi. Kami mulai takut hari akan gelap, karena sudah pukul 4 sore hari.

…Kriiing…

…Kriing…

“Hallo ma. Apa? Ya ampun. Tapi cepat ya ma! Iya, Ok! Iya, iya. Bye!”

“Kenapa Ris?” Tanyaku pada Risa.

“Bengkel pada penuh, jadi ortu yang nyusul kesini. Semoga aja mereka gak lama, udah mau gelap nih.”

“Nyusul? Ini kan jauh banget. Bisa sampai malam kita nunggu. Tapi tak apalah, daripada tiada kendaraan.” Ujarku kembali.

Hari mulai gelap, orangtua Risa belum juga sampai ke tempat kami berada. Aku yang mulai takut segera masuk dan duduk didalam mobil.

Risa yang juga mulai lelah menunggu, masuk dan duduk didalam mobil. Kami berbincang-bincang untuk menghilangkan bosan. Entah kenapa percakapan kami tentang sekolah kami dulu menjadi cerita horror. Aku yang mulai takut menghentikan pembicaraan, Risa pun mulai sadar dan merasa takut.

“Gimana kalau kita denger radio. Hilangin bosan!” Tanya Risa sambil tersenyum.

Risa pun menekan tombol power radio pada mobilnya. Entah mengapa lagi, radio tersebut memutarkan cerita horror, kami sungguh ketakutan. Dari siaran tersebut, aku mengingat bahwa mala mini adalah malam Jumat, ini menambah rasa takut kami. Keringat dingin mulai bercucuran dan wajah kami tampak pucat. Risa segera mematikan radio tersebut.

…Bruaaaaak…

Terdengar suara keras dari luar mobil yang sangat mengejutkan kami berdua. Kami mecoba tidak terkecoh dan memberanikan diri untuk tetap didalam mobil dan tidak melihat sumber suara tersebut karena diluar begitu gelap.

“Kita cek?” Tanya Risa yang mulai penasaran.

“Jangan, sebelum orangtuamu datang kesini.”

Kami pun kembali terdiam karena tidak berani untuk melakukan apapun. Risa yang mengingat handphone-nya menyimpan beberapa film kartun mengajakku menonton untuk menghibur dan menunggu kedatangan orangtuanya.

Sebelum kami memulai menonton, Risa menelepon orangtuanya untuk segera menuju ke tempat kami saat melihat mobil kami. Karena Risa masih penasaran dengan sumber suara yang tidak terlalu jauh dari mobil kami, iapun menghidupkan flashlight handphone-nya dan mengarahkan ke jendela mobil yang gelap untuk melihat keadaan sekitar.

…aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….

Risa berteriak keras dan terlempar ke tempat dudukku, handphonenya terlempar tak beraturan. Ia tampak sangat ketakutan, gemetar, pucat dan menangis. Melihatnya, aku menjadi sangat cemas, aku terus bertanya apa yang ia lihat. Namun, ketakutannya sangat besar hingga ia hanya ketakutan sambil terbata-bata seperti orang gagu. Aku yakin ada yang tak beres diluar mobil ini dan aku tidak ingin mengetahuinya sama sekali, cukup Risa yang mengetahuinya.

Aku sangat cemas melihat Risa yang tampak sangat ketakutan, aku mencoba terus menenangkannya, memegang tangannya yang bergemetaran dan penuh keringat dingin. Aku menyapu air matanya dengan tisu, aku lebih merasa cemas dan sedih dibanding rasa takut saat ini.

“Risa, tenang ya. Aku tau kamu telah melihat sesuatu. Tapi sadarlah, beranikan dirimu, anggap saja itu hanya mimpi.” Ujarku untuk menenangkannya.

Akupun mengambil handphonenya yang terjatuh ke bawah bangkunya, aku ingin menghubungi orangtuanya. Karena mobil ini sangat gelap, aku sangat sulit untuk mencari dan menjangkau handphone yang terselip dibawah bangku tersebut.

Awwww…..

Aku merasa telapak tanganku terkena benda tajam yang berada dibawah bangku, seperti pisau, namun lebih runcing lagi. Sangat menyakitkan telapak tanganku, terasa perih. Akupun melepaskan tanganku dari bawah bangku tersebut untuk melihat keadaan telapak tanganku.

“Aduhhh, perih sekali!” Ujarku saat melihat telapak tanganku mengeluarkan darah dan tercecer ke tempat duduk kami.

Aku mengambil tisu dan menyapu darah tersebut serta membalutnya. Aku bingung dengan keberadaan benda tajam dibawah itu. Aku mencoba menunduk dan meraihnya untuk melihat apa sebenarnya benda tersebut. Namun, benda tersebut seperti tersangkut di dasar mobil. Tenagaku tidak merubah sama sekali posisi benda tersebut.

“Kalian siap?”

Terdengar suara samar-samar entah dari mana asalnya. Akupun terdiam ketakutan, air mataku berlinang dan keringat dingin mulai bercucuran. Aku memeluk tubuh Risa dan terus berdoa dalam hati.

“Semoga ini hanya mimpi!” Ujarku dalam hati.

….…Hahahahahahahahahahaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahaaaa…………

5 komentar:

  1. Lanjutin dong kak, udah sebulan nih gak posting.__.

    BalasHapus
  2. maaf non, di daerah Batam susah kali dapat sinyal...
    seharusnya udah tamat ini cerita

    BalasHapus
  3. Min lanjutin dong ceritanyaa. Udah mau 3 bulan nih. Plis? :)

    BalasHapus
  4. Min. Udah mau 6 bulan min. Lanjutin donggggg.

    BalasHapus
  5. Min udah mau 6 bulan min. Lanjutin dongggg.

    BalasHapus