Aku terlelap dalam dinginnya
kamar Risa, dingin, sangat dingin, “Ini bukan angin” Ujarku yang merasa ada
sesuatu yang aneh kembali terjadi. Tiba-tiba, suara misterius terdengar dari
jarak yang sangat jauh.
“Ayolah, tutup mataku. Jangan
biarkan aku melihat apapun, jangan biarkan aku mendengar apapun, biarkan saja
suara berlalu.” Ujarku dalam hati untuk menghiraukan suara itu.
Suara tersebut terdengar semakin
mendekat, keringat dinginku mengalir, aku yakin tubuhku bergetar, aku merasa
kaku dan mungkin wajahku tampak pucat.
“Aku berani, biarkan saja suara
itu berlalu.” Ujarku ketakutan mengabaikan suara tersebut.
“Kau takut, kau tidak berani. Kau
tidak dapat mengabaikanku.” Suara tersebut seperti berbicara kepadaku.
“Jangan hiraukan dia, dia hanya
mimpi. Imajinasi dan khayalan. Teruslah menutup mata. Itu adalah suara tipuan
agar aku tidak tidur dengan nyenyak.” Ujarku dalam hati terus mengabaikan suara
tersebut.
“Buka matamu!”
Akupun membuka mataku…
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……”
Teriakku histeris melihat seorang perempuan lusuh berada didepan mataku,
melotot, bau busuk, dan berada diantara diriku dan Risa. Aku terbanting hingga
terjatuh dari kasur. Aku masih melihatnya, melihat matanya yang hitam,
melihatku tersungkur ketakutan.
Aku terus berteriak sekuat
tenaga. Namun, suara lantangku tidak membangunkan Risa dari lelapnya buaian
ranjang empuk yang dingin.
“Katakan aku hanya mimpi dan
khayalanmu!” Ujar perempuan tersebut sambil terus melihat kearahku. Tiba-tiba
perempuan misterius tersebut melayang mendekat kearahku. Suaraku habis, sungguh
hilang dari kerongkonganku.
“Ayolah kita bermain!” Ujar
kembali perempuan tersebut mendekat kearahku. Aku segera berlari menuju kearah
Risa, mencoba membangunkannya dari tidurnya.
“Risa bangun. Risa!” Teriakku
sambil menggerakkan tubuh Risa.
Bruuuak…
Tubuh lemas Risa terjatuh dari
atas kasur keatas lantai. Risa seperti tidak sadarkan diri. Risa benar-benar
tampak lelah. Aku hanya bisa duduk menangis melihat perempuan lusuh tersebut
mendekat kearahku dan Risa. Aku benar-benar ketakutan, air mataku mengalir
deras mewakili suaraku yang telah hilang. Aku pun menutup mataku dan berharap
mimpi buruk ini segera berakhir.
Beberapa saat aku menutup mataku,
aku merasa baik-baik saja. Apakah mimpi burukku telah berakhir. Aku pun membuka
mataku dengan senyum ceria.
“Apa yang kau lihat?”
“Aaaaaaaaaaaaaa…..” Teriakku
histeris saat melihat perempuan tersebut sudah berada didepanku. Aku pun terkejut
dan terus berteriak sambil berlari menuju pintu kamar Risa. Aku terus berlari
walaupun aku tau perempuan lusuh tersebut hanya duduk diam tidak mengejarku.
Aku segera membuka pintu kamar
Risa yang tidak terkunci dan berlari keluar kamar dan menutup rapat pintu kamar
terkutuk itu.
“Eh, Ira. Sudah bangun? Nyenyak
sekali tidurnya, jadi gak enak mau bangunin.” Ujar Risa dan keluarganya yang
sedang duduk diatas meja makan ruang keluarga sambil menunggu hidangan pagi.
“Mbak kenapa nangis?” Tanya Imah
yang melihat air mataku terus berlinang.
“Eh, kamu nangis, ra? Kenapa?”
Tanya Risa yang tampak khawatir dan segera berlari menuju kearahku.
Risa pun membawaku ke meja makan
bersama keluarganya. Ayah dan ibunya tak berhenti bertanya apa yang terjadi
denganku. Namun aku hanya bungkam, diam tanpa kata.
“Aku mau pulang!” Ujarku kepada
Risa.
Dia tersenyum sambil melanjutkan
sarapannya. Aku tau, itu bukan senyum biasa yang Risa berikan kepadaku. Aku
berdiri dan meninggalkan meja makan dengan alasan ke kamar mandi. Imah
melihatku dan mengikutiku.
Dikamar mandi aku menangis dan
Imah yang mengikutiku pun bertanya ada apa sebenarnya yang terjadi denganku.
“Imah, cuci mukamu. Keluar dari
kamar mandi ini.” Perintahku sambil memberikan Imah air satu gayung kecil.
Imah pun segera mencuci mukanya
dan melihatku cemas. Ia segera membuka pintu kamar mandi dan melihat kearah
meja makan, lantas ia menuju kesana dengan langkah biasa. Imah melewati
keluarga Risa dan menuju kearah dapur.
Aku terus memperhatikan Imah yang
tak kunjung keluar dari dapur yang berada disebelah ruang keluarga. Aku
mengintipnya melalui celah pintu kamar mandi yang aku buka sedikit.
“Apa yang sedang kau lihat”
Terdengar suara yang sangat dekat dan seperti berbicara kepadaku. Aku
memberanikan diri walaupun rasa takut telah membakar semangatku. Aku tidak
melihat kearah belakangku dan keluar dari kamar mandi menuju meja makan bersama
keluarga Risa.
“Lama sekali, ra.” Tanya Risa
kepadaku sambil menyantap hidangannya.
Lalu, aku melihat Imah keluar
dari dapur menuju kearahku sambil membawa hidangan untukku. Aku melihat Imah
tersenyum kepadaku sambil meletakkan hidangan diatas meja dihadapanku.
Aku melihat terdapat selembar
kertas berada dibawah piringku. Aku membukanya perlahan agar tidak dilihat oleh
siapapun. Aku sedikit ketakutan saat membaca kertas kecil tersebut.
Aku memberanikan diri untuk
melihat kearah kamar mandi. Namun, aku sangat ketakutan. Perlahan aku
memutarkan kepalaku kearah kamar mandi.
“Kau sudah tahu itu aku?” Risa
bertanya kepadaku, membuatku membatalkan untuk melihat kearah kamar mandi. Aku
tersenyum kepada Risa karena tidak terlalu jelas mendengarkan pertanyaan yang
ia ajukan.
“Aku ingin pulang. Boleh? Aku
rindu dengan orangtuaku.” Tanyaku pada Risa.
Risa pun segera bangkit dari
tempat duduknya dan mengajakku ke kamar untuk mengganti pakaian. Namun, aku
melihat keanehan pada senyum Risa. Aku memanggil Imah untuk menemaniku
mengganti baju bersama Risa.
Aku terus melihat Risa saat dia
mengganti bajunya, Imah yang mengikuti kami terus berada disebelahku. Setelah
Risa mengganti bajunya, ia segera mengajakku ke mobilnya. Imah yang merasa
keanehan juga merencanakan untuk tidur dirumahku. Dia berpamitan pada keluarga
Risa, mereka pun mengizinkannya.
Setelah berpamitan dengan
keluarga Risa, kami pun mengadakan perjalanan mulai dari pukul 12 siang. Jam
demi jam kami habisi untuk perjalanan kerumahku yang jaraknya sangat jauh dari
rumah Risa. Aku dan Imah berbincang-bincang untuk melupakan penat sejenak.
Namun Risa hanya tetap menyetir mobilnya, diam tak bersuara.
Siang pun berganti malam,
sekarang pukul setengah 7 petang hingga kami telah ¾ perjalanan. Aku kira kami
akan tiba dirumahku pada pukul 10 malam. Aku dan Imah yang telah merasa
ngantuk, tidak berani untuk memejamkan mata kami. Kami takut aka nada sesuatu
yang terjadi walaupun kami sudah tidak dirumah Risa lagi.
Perjalanan kami terasa sunyi,
Risa hanya diam saja, Aku dan Imah pun sudah kehabisan topic untuk dibicarakan.
Beberapa menit telah berlalu, Imah yang sangat mengantuk memilih untuk tidur.
Karena mata sudah tidak bersahabat lagi, aku juga memilih tidur dalam keadaan
ketakutan.
Aku hanya menutup mataku selama 5
menit. Ya, aku yakin aku baru 5 menit nyenyak dari tidurku.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaa…..” Terdengar
jeritan ketakutan seorang perempuan membuatku bangun dari tidurku dan membuka
sedikit mataku. Aku tidak melihat Imah lagi disebelahku, dia menghilang. Risa
terus mengemudikan mobil seperti tidak sadarkan diri.
Rasa takutku makin bergejolak
saat aku melihat ada seorang perempuan berbaju lusuh yang duduk disebelah Risa.
Aku seperti mengenal perempuan tersebut. Tiba-tiba dia menghilang dari tempat
duduknya.
“Mengintipku?” Suara perempuan
tersebut terdengar dibelakangku. Aku berteriak ketakutan dan lari ke tempat
duduk depan, disebelah Risa.
Aku tahu, inilah akhir dari
segalanya. Aku tidak tahu mengapa. Tetapi aku merasakan mobil tersebut berjalan
sendiri dan tangan Risa menggenggam erat leherku.
“Jangan takut Ira, ini hanya
mimpi.” Ujarku untuk menyemangati diriku sendiri agar tidak takut.
Namun, cengkraman kuat itu
semakin terasa menyakitkan, cengkraman tersebut sangat kuat seperti menahan
nafasku yang telah berada di tenggorokanku, sakit, aku menangis kecil melihat
diriku yang sangat malang.
Cengkraman Risa yang kuat
tersebut semakin merenggang, sepertinya Risa mulai melepaskan cengkraman
kuatnya dileherku tersebut.
Bruuuuuak….
Kaca mobil disebelahku pecah dan
aku hanya dapat berteriak sangat ketakutan, aku melihat dari luar mobil
terdapat seorang perempuan yang sangat samar-samar ditelan gelapnya malam, ia
menghancurkan kaca mobil tersebut dengan kedua tangannya. Lalu tangannya
tersebut mencekik leherku hingga aku sudah tidak dapat bernafas lagi.
Karena sangat panik, aku
membanting setir mobil tersebut hingga kami menabrak sebuah pohon besar. Betapa
sakitnya kepalaku, hingga sulit untuk menjaga diri tetap sadar. Aku pun
tersungkur tanpa daya didekat Risa yang telah pingsan.
Sreeeet, sreeeeet, huuuuh,
hmmmmmm…..
Aku tahu aku mendengarkan suara. Iya, itu suara.
Lanjut dong, kalo bisa dipercepat dan berkala ceritanya, kayak seminggu 2 kali gitu kan heheh.
BalasHapus