Rabu, 13 Mei 2015

Silent & Frozen ; 6

Standard
“Halo, bisa bicara dengan Felix?” Ujar seorang perempuan diujung telepon. Suaranya terdengar sangat serius.

“Iya, dengan saya sendiri. Ini siapa?” Tanya lelaki yang bernama Felix tersebut. Ia tampak sangat mengantuk dengan mata merahnya tersebut.

Lelaki tersebut terpaksa mengangkat telepon pada pukul 09.00 malam, saat ia sedang tertidur lelap. Hari ini ia tidur lebih cepat karena lelahnya mengisi acara mulai dari pukul 7 pagi hingga 7 malam. Ditambah lagi, ia masih mengisi acara lain esok hari. Ia memang penuh kesibukan dalam hari-harinya.

“Felix, Ini Stevy. Aku butuh bantuanmu sekarang. Tolong datang ke rumahku secepatnya!” Ujar perempuan yang bernama Stevy tersebut. Nada bicaranya terdengar sangat cemas.

Stevy adalah siswi SMA yang merupakan sahabat dekat Ira, ia juga merupakan pacar dari Felix, itulah sebabnya ia menelepon Felix malam ini. Mereka berdua adalah pasangan yang memiliki hobi yang sama, yaitu aktivitas paranormal. Mereka selalu mencari suatu kebenaran dari sebuah misteri, ghost hunter dan segala jenis hal yang berbau mistis lainnya.

“Ya Tuhan, Stevy! Tidakkah kau tau jam berapa sekarang?” Jawab Felix dengan nada yang meninggi. Lelaki tersebut masih terlihat lemas dan butuh istirahat ekstra.

“Aku butuh!” Jawab Stevy singkat.

Tuttututtututtut......

Stevy mematikan telepon dengan segera sebelum Felix menjawab. Ia adalah perempuan yang keras kepala, overprotective. Sekali ia mendengar suatu hal mistis terjadi pada temannya, saat itu juga ia turun tangan untuk membantunya.

Jam telah menunjukkan pukul 09.00 malam, aku hanya memilih untuk menutup mataku dan memeluk Risa. Rasanya kehidupan mengerikan ini sudah membuat diriku sangat gila, ditambah lagi orangtua Risa yang belum kunjung sampai untuk menjemput.

“Ira, aku mau pulang!” Ujar Risa sambil menangis tersedu-sedu. Aku hanya memeluknya tanpa mau membuka mataku.

Aku memang sangat ketakutan saat ini, namun yang lebih aku cemaskan adalah keadaan Risa. Walaupun diriku tidak terlalu kuat dan berani, namun Risa lebih lemah dan penakut dibandingkan diriku. Aku tak mau terjadi apa-apa pada dirinya saat ini, jika aku tak mau repot-repot nantinya.

“Ira, ayo! Lebih baik kita berjalan saja.” Pintanya dengan suara lemas. Yang aku pikirkan setelah dirinya mengucapkan hal tersebut adalah, “Apakah kau sudah gila?”

Ia memeluk diriku semakin erat dan air matanya telah membasahi bajuku sedikit. Aku rasa tak mungkin bila kami berjalan, ini sangatlah tanggung. Berbalik ke rumah Risa, mustahil karena terlalu jauh. Sedangkan ke rumahku, harus melewati tempat kosong dan hutan yang lebat. Aku bingung memikirkan hal tersebut.

Berjalan keluar hanya membuat orangtua Risa sangat cemas saat mereka sampai ke tempat ini, menunggu juga seperti tak ada gunanya. Jangankan keluar dari tempat ini, membuka mataku saja aku tak berani. Rasanya waktu berjalan cukup lambat di tempat ini.

Waktu demi waktu yang telah kami lewatkan hanya berbuah pergantian jam menjadi ke angka 10.00 malam. Alhasil Aku dan Risa tertidur pulas, setidaknya beban kami mulai berkurang saat kami tertidur.

Tetapi tidak, kali ini aku mendengarkan lagi sebuah suara dari luar mobil ini. Suara tersebut seperti memanggil namaku. Aku mencoba menghiraukan apapun itu, Aku yakin semua akan baik-baik saja. Tidak, ini memang tidak baik, suara tersebut semakin mendekat padaku, aku juga dapat merasakan tubuh Risa bergerak sedikit. Aku berharap Risa tidak terbangun, atau dia akan berteriak, menangis dan segala macam yang ia bisa lakukan.

“Ira.....” Suara halus dan pelan membuat bulu kudukku merinding.

“Kenapa?” Suara tersebut seperti bertanya pada diriku. Ia sepertinya mencoba mencari sebuah alasan yang bahkan diriku tak mengerti apa yang ia maksudkan.

“Mengapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????” Ia berteriak membuat diriku berteriak sekuat tenaga. Teriakanku berpadu dengan suara mengerikan tersebut. Diriku seakan terhipnotis dan hilang kendali. Aku dapat merasakan tubuh Risa menggeliat, Ia akan terbangun.

...Tok Tok Tok...

...Tok Tok Tok...

“Akhirnya kau datang juga. Cepat masuk!” Stevy membuka pintu rumahnya. Ia menarik Felix yang berada di depan pintu rumahnya tersebut.

Mereka berjalan dengan sangat terburu-buru hingga mereka tiba di sebuah ruangan kecil yang berisi alat-alat misterius yang sering digunakan untuk pemburuan dan melakukan hal yang mistis lainnya. Felix yang baru saja tiba, memasang ekspresi bingung.

“Ada apa sih Stevy?” Tanya Felix sambil membuka jaketnya.

Lelaki tersebut masih terlihat sangat lelah, apalagi untuk melakukan hal mistis dan supranatural yang membutuhkan tenaga ekstra seperti itu. Namun, pertanyaannya tidak digubris sama sekali oleh Stevy. Perempuan tersebut terlihat sibuk mencari sesuatu, kesana kemari ia menghitari ruangan tersebut. Felix yang merasa kebingungan segera berdiri.

“Jika kau beritahu apa yang sedang engkau cari, barangkali aku dapat membantumu.” Gumam Felix sambil mengikuti langkah cepat Stevy.

“Aha, tak perlu. Ini dia!” Tukas Stevy sambil membawa album foto menuju ke arah Felix.

“Apa itu?” Tanya Felix kebingungan.

“Ini semua tentang kematian Irene!” Jawab Stevy cepat sambil membuka halaman pertama album foto tersebut.

Felix memukul kuat permukaan meja dan bergegas berdiri, “Berapa kali aku harus mengatakan padamu bahwa hantu Irene itu tidak ada!” Bentaknya lantang membuat Stevy menutup kembali album tersebut.

“Mengapa kau tak mau medengarkan diriku sekalipun?” Suara Stevy yang datar, meluluhkan semangat Felix. Lelaki tersebut tidak memiliki pilihan lain selain duduk kembali pada tempatnya.
Felix mengambil album tersebut, Ia memandangi album yang berisi beberapa foto milik Irene, mantan pacarnya. Dulunya mereka saling mencintai, namun kehadiran Stevy, membuat Felix berpaling dari Irene dan membuat Irene sangat membenci Stevy dan memilih untuk mengakhiri hidupnya di kamar mandi sekolah.

“Kalau benar arwah yang bergentayangan tersebut adalah arwah Irene, mengapa Ia tidak membunuh diriku yang telah meninggalkan dirinya demimu?”

Stevy terdiam sejenak.

“Mengapa Ia tak membunuhmu karena engkau menerimaku padahal kau tahu aku adalah kekasih Irene? Mengapa Ia mengejar Ira, yang sama sekali tak mengenal Irene dan tak ada campur tangannya dalam masalah ini, setitikpun?”

Stevy melepaskan jaket yang ia gunakan dan hanya menyisakan kaus berwarna hitam yang menempel pada tubuhnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

“Tidak ingatkah dirimu pada ‘Triatomi’ saat itu?”

Triatomi adalah sebuah persembahan untuk mengikatkan jiwa dari 3 manusia agar terbentuk suatu rantai yang digunakan untuk melindungi seseorang yang sangat penting dengan mengorbankan dua orang yang merupakan orang biasa bahkan tidak bersalah.

Pada kasus ini, Triatomi telah diciptakan untuk seorang presiden, raja dan orang penting lainnya. Selain orang penting, cenayang juga sering menciptakannya untuk anak tunggal yang ia miliki, putrinya yang paling cantik atau putranya yang paling tampan agar mereka dapat hidup lama hingga membahagiakan kedua orangtuanya.

Triatomi dilakukan dengan mengumpulkan 3 manusia yang akan diberikan rantai ikatan. Rantai pertama adalah Borban, yaitu korban pertama yang memiliki jiwa paling lemah dan biasanya dari golongan orang bawah dan tak ada masalah dalam hal yang akan dijadikan Triatomi.

Rantai kedua adalah Batrah, yaitu korban kedua yang memiliki jiwa pemimpin tinggi, biasanya masih memiliki hubungan dengan masalah yang akan dijadikan Triatomi. Rantai kedua ini digunakan untuk menghubungkan jiwa rantai pertama dan ketiga. Rantai ketiga adalah Binal, rantai ini adalah rantai untuk orang yang tinggi dan dilindungi, biasanya Presiden atau pemimpin atau orang yang meruapakan tokoh utama dalam masalah yang akan dijadikan Triatomi.

Orang yang telah diikat dengan Triatomi tak akan bisa mati walaupun dilanda oleh kecelakaan paling mengerikan sekalipun. Mereka hanya bisa mati ditangan orang yang memiliki dendam atau masalah pada Binal yang telah dijadikan Triatomi.

Triatomi dilakukan dengan mendonorkan darah dua jiwa dari 3 manusia yang akan dijadikan Triatomi ke jiwa lainnya. Begitu hingga masing-masing dari 3 manusia tersebut memiliki 3 sel darah yang sama.

Tritomi juga telah diciptakan oleh cenayang dan membuat rantai ikatan antara  Stevy, Felix dan Ira. Stevy dan Felix telah mengetahui bahwa mereka telah dijadikan Triatomi. Namun, hanya Ira sendiri yang belum mengetahuinya. Stevy dan Felix telah bersumpah pada cenayang akan memberitahukan hal tersebut pada Ira pada saat yang tepat.

“Jadi, arwah Irene masih mencoba membunuh Ira?” Ujar Felix yang terlihat sangat terkejut dengan hal itu.

...tuuuut...tuuuuut...tuuut....

Stevy mencoba menghubungi nomor ponsel milik Ira yang belum kunjung diangkat. Stevy sudah sangat cemas dengan hal tersebut dan memilih untuk mengunjungi rumah Ira dan melihat keadaannya.

“Ke rumah Ira? Malam gini? Aku tak mau, besok aku masih ada pekerjaan!” Gumam Felix tak percaya. Memang terdengar sangat gila bila mereka mau berkunjung ke rumah Ira yang sungguh jauh dan terpencil pada malam hari seperti ini.

“Baiklah, besok kau bekerja, dan lusa kau telah tewas mengenaskan.” Balas Stevy sambil memakai kembali jaket milikinya.

Felix memang tak bisa menolak apapun yang dikatakan oleh Stevy. Stevy selalu benar dalam hal-hal mistis seperti ini. Felix pun tak menjawab, Ia hanya berjalan bersama Stevy menuju ke mobil milik Felix yang masih terparkir rapi di depan rumah Stevy.

Pintu mobil terbuka perlahan, terlihat dua pasang kaki keluar secara bersamaan. Dapt dilihat bahwa bulu pada dua pasing kaki tersebut sudah berdiri. Aksi yang mereka lakukan dapat didefinisikan sebagai aksi ketakutan namun nekat.

“Risa jangan teriak ya kalau dijalan lihat apapun!” Perintah Ira sambil memopang tubuh Risa yang masih sangat lemas. Tanpa ada balasan, Risa hanya menganggukkan kepalanya.

“Baiklah, Ayo jalan.” Tukas Ira yang telah mengarahkan senter ke arah depan dan Risa yang ikut menyinari jalan dengan flash pada ponsel miliknya.

“Ira, tadi kenapa teriak? Ira lihat apa?” Tanya Risa perlahan sambil terus berjalan.

Ira lebih memilih untuk terdiam dan melanjutkan perjalanannya. Ira sudah cukup kerepotan dengan rasa takutnya, ditambah lagi emmopang tubuh Risa yang sangat lemas. Ia benar-benar takut dan berani dalam satu waktu. Takut untuk dirinya sendiri dan berpura-pura berani untuk membuat Risa tidak takut dan tetap tenang.

Mereka tak ingin melihat ke belakang sama sekali, hanya melangkah ke arah depan yang mereka lakukan, menuju ke rumah Ira yang masih sangat jauh dan harus melewati hutan yang lebat. Mereka hanya dapat berusaha, berharap dan berdoa agar mereka sampai ke tujuan dengan selamat.

Mobil kijang berwarna hitam masih melaju cepat melewati kegelapan malam. Kecepatan tersebut menembus kegelapan malam pada jalan panjang yang dilindungi oleh pepohonan pada sisinya. Mobil tersebut terlihat terburu-buru. Tanpa menghiraukan adanya lubang atau masalah apapun, mobil tersebut terus menambah kecepatannya.

“Cepat, Yah! Risa dan Ira diluar sana ketakutan dan kedinginan.” Gumam Ibu Risa yang hanya dapat menangis mengingat keadaan anak-anaknya. Ia juga telah menganggap Ira sebagai anaknya sendiri karena mereka telah saling menganal semenjak Ira masih bayi.

“Tenang, Ma. Berdoa saja agar Risa dan Ira baik-baik saja.” Jawab Ayah Risa yang juga terlihat cemas.

“Yah, awas!” Ibu Risa berteriak lantang sembari Ayah Risa membanting setir mobil yang mereka kendarai. Mereka harus menghentikan mobil sebelum mereka menabrak seorang perempuan yang sedang menagis di tengah jalan sepi tersebut. Untung saja mobil sudah dapat dihentikan sebelum mengenai tubuh perempuan tersebut.

“Siapa perempuan tersebut?” Tanya Ibu Risa yang terlihat pucat dan ketakutan.

0 komentar:

Posting Komentar