“Halo, bisa bicara dengan Felix?” Ujar seorang perempuan diujung telepon.
Suaranya terdengar sangat serius.
“Iya, dengan saya sendiri. Ini siapa?” Tanya lelaki yang bernama Felix
tersebut. Ia tampak sangat mengantuk dengan mata merahnya tersebut.
Lelaki tersebut terpaksa mengangkat telepon pada pukul 09.00 malam, saat ia
sedang tertidur lelap. Hari ini ia tidur lebih cepat karena lelahnya mengisi
acara mulai dari pukul 7 pagi hingga 7 malam. Ditambah lagi, ia masih mengisi
acara lain esok hari. Ia memang penuh kesibukan dalam hari-harinya.
“Felix, Ini Stevy. Aku butuh bantuanmu sekarang. Tolong datang ke rumahku
secepatnya!” Ujar perempuan yang bernama Stevy tersebut. Nada bicaranya
terdengar sangat cemas.
Stevy adalah siswi SMA yang merupakan sahabat dekat Ira, ia juga merupakan
pacar dari Felix, itulah sebabnya ia menelepon Felix malam ini. Mereka berdua
adalah pasangan yang memiliki hobi yang sama, yaitu aktivitas paranormal.
Mereka selalu mencari suatu kebenaran dari sebuah misteri, ghost hunter dan
segala jenis hal yang berbau mistis lainnya.
“Ya Tuhan, Stevy! Tidakkah kau tau jam berapa sekarang?” Jawab Felix dengan
nada yang meninggi. Lelaki tersebut masih terlihat lemas dan butuh istirahat
ekstra.
“Aku butuh!” Jawab Stevy singkat.
Tuttututtututtut......
Stevy mematikan telepon dengan segera sebelum Felix menjawab. Ia adalah
perempuan yang keras kepala, overprotective. Sekali ia mendengar suatu hal
mistis terjadi pada temannya, saat itu juga ia turun tangan untuk membantunya.
Jam telah menunjukkan pukul 09.00 malam, aku hanya memilih untuk menutup
mataku dan memeluk Risa. Rasanya kehidupan mengerikan ini sudah membuat diriku
sangat gila, ditambah lagi orangtua Risa yang belum kunjung sampai untuk
menjemput.
“Ira, aku mau pulang!” Ujar Risa sambil menangis tersedu-sedu. Aku hanya
memeluknya tanpa mau membuka mataku.
Aku memang sangat ketakutan saat ini, namun yang lebih aku cemaskan adalah
keadaan Risa. Walaupun diriku tidak terlalu kuat dan berani, namun Risa lebih
lemah dan penakut dibandingkan diriku. Aku tak mau terjadi apa-apa pada dirinya
saat ini, jika aku tak mau repot-repot nantinya.
“Ira, ayo! Lebih baik kita berjalan saja.” Pintanya dengan suara lemas.
Yang aku pikirkan setelah dirinya mengucapkan hal tersebut adalah, “Apakah kau
sudah gila?”
Ia memeluk diriku semakin erat dan air matanya telah membasahi bajuku
sedikit. Aku rasa tak mungkin bila kami berjalan, ini sangatlah tanggung.
Berbalik ke rumah Risa, mustahil karena terlalu jauh. Sedangkan ke rumahku,
harus melewati tempat kosong dan hutan yang lebat. Aku bingung memikirkan hal
tersebut.
Berjalan keluar hanya membuat orangtua Risa sangat cemas saat mereka sampai
ke tempat ini, menunggu juga seperti tak ada gunanya. Jangankan keluar dari
tempat ini, membuka mataku saja aku tak berani. Rasanya waktu berjalan cukup
lambat di tempat ini.
Waktu demi waktu yang telah kami lewatkan hanya berbuah pergantian jam
menjadi ke angka 10.00 malam. Alhasil Aku dan Risa tertidur pulas, setidaknya
beban kami mulai berkurang saat kami tertidur.
Tetapi tidak, kali ini aku mendengarkan lagi sebuah suara dari luar mobil
ini. Suara tersebut seperti memanggil namaku. Aku mencoba menghiraukan apapun
itu, Aku yakin semua akan baik-baik saja. Tidak, ini memang tidak baik, suara
tersebut semakin mendekat padaku, aku juga dapat merasakan tubuh Risa bergerak
sedikit. Aku berharap Risa tidak terbangun, atau dia akan berteriak, menangis
dan segala macam yang ia bisa lakukan.
“Ira.....” Suara halus dan pelan membuat bulu kudukku merinding.
“Kenapa?” Suara tersebut seperti bertanya pada diriku. Ia sepertinya
mencoba mencari sebuah alasan yang bahkan diriku tak mengerti apa yang ia
maksudkan.
“Mengapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????” Ia berteriak membuat diriku berteriak
sekuat tenaga. Teriakanku berpadu dengan suara mengerikan tersebut. Diriku
seakan terhipnotis dan hilang kendali. Aku dapat merasakan tubuh Risa
menggeliat, Ia akan terbangun.
...Tok Tok Tok...
...Tok Tok Tok...
“Akhirnya kau datang juga. Cepat masuk!” Stevy membuka pintu rumahnya. Ia menarik
Felix yang berada di depan pintu rumahnya tersebut.
Mereka berjalan dengan sangat terburu-buru hingga mereka tiba di sebuah
ruangan kecil yang berisi alat-alat misterius yang sering digunakan untuk
pemburuan dan melakukan hal yang mistis lainnya. Felix yang baru saja tiba,
memasang ekspresi bingung.
“Ada apa sih Stevy?” Tanya Felix sambil membuka jaketnya.
Lelaki tersebut masih terlihat sangat lelah, apalagi untuk melakukan hal
mistis dan supranatural yang membutuhkan tenaga ekstra seperti itu. Namun,
pertanyaannya tidak digubris sama sekali oleh Stevy. Perempuan tersebut
terlihat sibuk mencari sesuatu, kesana kemari ia menghitari ruangan tersebut.
Felix yang merasa kebingungan segera berdiri.
“Jika kau beritahu apa yang sedang engkau cari, barangkali aku dapat
membantumu.” Gumam Felix sambil mengikuti langkah cepat Stevy.
“Aha, tak perlu. Ini dia!” Tukas Stevy sambil membawa album foto menuju ke
arah Felix.
“Apa itu?” Tanya Felix kebingungan.
“Ini semua tentang kematian Irene!” Jawab Stevy cepat sambil membuka
halaman pertama album foto tersebut.
Felix memukul kuat permukaan meja dan bergegas berdiri, “Berapa kali aku
harus mengatakan padamu bahwa hantu Irene itu tidak ada!” Bentaknya lantang
membuat Stevy menutup kembali album tersebut.
“Mengapa kau tak mau medengarkan diriku sekalipun?” Suara Stevy yang datar,
meluluhkan semangat Felix. Lelaki tersebut tidak memiliki pilihan lain selain
duduk kembali pada tempatnya.
Felix mengambil album tersebut, Ia memandangi album yang berisi beberapa
foto milik Irene, mantan pacarnya. Dulunya mereka saling mencintai, namun
kehadiran Stevy, membuat Felix berpaling dari Irene dan membuat Irene sangat
membenci Stevy dan memilih untuk mengakhiri hidupnya di kamar mandi sekolah.
“Kalau benar arwah yang bergentayangan tersebut adalah arwah Irene, mengapa
Ia tidak membunuh diriku yang telah meninggalkan dirinya demimu?”
Stevy terdiam sejenak.
“Mengapa Ia tak membunuhmu karena engkau menerimaku padahal kau tahu aku
adalah kekasih Irene? Mengapa Ia mengejar Ira, yang sama sekali tak mengenal
Irene dan tak ada campur tangannya dalam masalah ini, setitikpun?”
Stevy melepaskan jaket yang ia gunakan dan hanya menyisakan kaus berwarna
hitam yang menempel pada tubuhnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak
tangannya.
“Tidak ingatkah dirimu pada ‘Triatomi’ saat itu?”
Triatomi adalah sebuah persembahan untuk mengikatkan jiwa dari 3 manusia
agar terbentuk suatu rantai yang digunakan untuk melindungi seseorang yang
sangat penting dengan mengorbankan dua orang yang merupakan orang biasa bahkan
tidak bersalah.
Pada kasus ini, Triatomi telah diciptakan untuk seorang presiden, raja dan
orang penting lainnya. Selain orang penting, cenayang juga sering
menciptakannya untuk anak tunggal yang ia miliki, putrinya yang paling cantik
atau putranya yang paling tampan agar mereka dapat hidup lama hingga
membahagiakan kedua orangtuanya.
Triatomi dilakukan dengan mengumpulkan 3 manusia yang akan diberikan rantai
ikatan. Rantai pertama adalah Borban, yaitu korban pertama yang memiliki jiwa paling
lemah dan biasanya dari golongan orang bawah dan tak ada masalah dalam hal yang
akan dijadikan Triatomi.
Rantai kedua adalah Batrah, yaitu korban kedua yang memiliki jiwa pemimpin
tinggi, biasanya masih memiliki hubungan dengan masalah yang akan dijadikan
Triatomi. Rantai kedua ini digunakan untuk menghubungkan jiwa rantai pertama
dan ketiga. Rantai ketiga adalah Binal, rantai ini adalah rantai untuk orang
yang tinggi dan dilindungi, biasanya Presiden atau pemimpin atau orang yang
meruapakan tokoh utama dalam masalah yang akan dijadikan Triatomi.
Orang yang telah diikat dengan Triatomi tak akan bisa mati walaupun dilanda
oleh kecelakaan paling mengerikan sekalipun. Mereka hanya bisa mati ditangan
orang yang memiliki dendam atau masalah pada Binal yang telah dijadikan
Triatomi.
Triatomi dilakukan dengan mendonorkan darah dua jiwa dari 3 manusia yang
akan dijadikan Triatomi ke jiwa lainnya. Begitu hingga masing-masing dari 3
manusia tersebut memiliki 3 sel darah yang sama.
Tritomi juga telah diciptakan oleh cenayang dan membuat rantai ikatan antara
Stevy, Felix dan Ira. Stevy dan Felix
telah mengetahui bahwa mereka telah dijadikan Triatomi. Namun, hanya Ira
sendiri yang belum mengetahuinya. Stevy dan Felix telah bersumpah pada cenayang
akan memberitahukan hal tersebut pada Ira pada saat yang tepat.
“Jadi, arwah Irene masih mencoba membunuh Ira?” Ujar Felix yang terlihat
sangat terkejut dengan hal itu.
...tuuuut...tuuuuut...tuuut....
Stevy mencoba menghubungi nomor ponsel milik Ira yang belum kunjung
diangkat. Stevy sudah sangat cemas dengan hal tersebut dan memilih untuk
mengunjungi rumah Ira dan melihat keadaannya.
“Ke rumah Ira? Malam gini? Aku tak mau, besok aku masih ada pekerjaan!”
Gumam Felix tak percaya. Memang terdengar sangat gila bila mereka mau
berkunjung ke rumah Ira yang sungguh jauh dan terpencil pada malam hari seperti
ini.
“Baiklah, besok kau bekerja, dan lusa kau telah tewas mengenaskan.” Balas
Stevy sambil memakai kembali jaket milikinya.
Felix memang tak bisa menolak apapun yang dikatakan oleh Stevy. Stevy
selalu benar dalam hal-hal mistis seperti ini. Felix pun tak menjawab, Ia hanya
berjalan bersama Stevy menuju ke mobil milik Felix yang masih terparkir rapi di
depan rumah Stevy.
Pintu mobil terbuka perlahan, terlihat dua pasang kaki keluar secara
bersamaan. Dapt dilihat bahwa bulu pada dua pasing kaki tersebut sudah berdiri.
Aksi yang mereka lakukan dapat didefinisikan sebagai aksi ketakutan namun
nekat.
“Risa jangan teriak ya kalau dijalan lihat apapun!” Perintah Ira sambil
memopang tubuh Risa yang masih sangat lemas. Tanpa ada balasan, Risa hanya
menganggukkan kepalanya.
“Baiklah, Ayo jalan.” Tukas Ira yang telah mengarahkan senter ke arah depan
dan Risa yang ikut menyinari jalan dengan flash pada ponsel miliknya.
“Ira, tadi kenapa teriak? Ira lihat apa?” Tanya Risa perlahan sambil terus
berjalan.
Ira lebih memilih untuk terdiam dan melanjutkan perjalanannya. Ira sudah
cukup kerepotan dengan rasa takutnya, ditambah lagi emmopang tubuh Risa yang
sangat lemas. Ia benar-benar takut dan berani dalam satu waktu. Takut untuk
dirinya sendiri dan berpura-pura berani untuk membuat Risa tidak takut dan
tetap tenang.
Mereka tak ingin melihat ke belakang sama sekali, hanya melangkah ke arah depan
yang mereka lakukan, menuju ke rumah Ira yang masih sangat jauh dan harus
melewati hutan yang lebat. Mereka hanya dapat berusaha, berharap dan berdoa agar
mereka sampai ke tujuan dengan selamat.
Mobil kijang berwarna hitam masih melaju cepat melewati kegelapan malam. Kecepatan
tersebut menembus kegelapan malam pada jalan panjang yang dilindungi oleh
pepohonan pada sisinya. Mobil tersebut terlihat terburu-buru. Tanpa
menghiraukan adanya lubang atau masalah apapun, mobil tersebut terus menambah
kecepatannya.
“Cepat, Yah! Risa dan Ira diluar sana ketakutan dan kedinginan.” Gumam Ibu
Risa yang hanya dapat menangis mengingat keadaan anak-anaknya. Ia juga telah
menganggap Ira sebagai anaknya sendiri karena mereka telah saling menganal
semenjak Ira masih bayi.
“Tenang, Ma. Berdoa saja agar Risa dan Ira baik-baik saja.” Jawab Ayah Risa
yang juga terlihat cemas.
“Yah, awas!” Ibu Risa berteriak lantang sembari Ayah Risa membanting setir
mobil yang mereka kendarai. Mereka harus menghentikan mobil sebelum mereka
menabrak seorang perempuan yang sedang menagis di tengah jalan sepi tersebut.
Untung saja mobil sudah dapat dihentikan sebelum mengenai tubuh perempuan
tersebut.
“Siapa perempuan tersebut?” Tanya Ibu Risa yang terlihat pucat dan
ketakutan.